Senyawa Hidrokarbon



Senyawa Hidrokarbon

Dalam berikatan sesama atom karbon terdapat tiga kemukinan, pertama membentuk ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Untuk penyederhanaan dapat kita ibaratkan Ikatan tunggal terjadi dari orbital s dan disebut ikatan (σ) sigma pada orbital hibrid sp3 dan bentuk molekul tetrahedron dengan sudut 109,5o. Senyawa dengan ikatan tunggal disebut dengan senyawa hidrokarbon jenuh.
Senyawa hidrokarbon dengan ikatan rangkap dua terjadi pada orbital p, dan ikatan ini dikenal dengan ikatan π, pada ikatan rangkap dua terjadi perubahan sudut akibat dua orbital p berposisi sejajar sehingga membentuk orbital sp2 (segi tiga datar) dan sudut yang terbentuk adalah 120o. Sama halnya dengan ikatan rangkap tiga terdapat dua orbital p dalam posisi sejajar sehingga merubah bentuk orbital sp menjadi (bentuk planar) dengan sudut 180o. Bentuk molekul dari senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh ditampilkan pada Gambar 12.3. Untuk senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap disebut dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh.
gambar 12.3
Gambar 12.3. Ikatan σ, π, pada senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh
Atom karbon pada senyawa hidrokarbon memiliki posisi yang berbeda-beda. Coba kita perhatikan rumus bangun dibawah ini pada Gambar 12.4.
gambar 12.4
Gambar 12.4. Posisi atom karbon pada senyawa hidrokarbon
Semua atom karbon (merah) yang dapat mengikat 3 atom hidrogen dan berposisi di tepi, disebut dengan atom karbon primer. Atom karbon nomor 3 (hijau) yang mengikat 2 atom hidrogen disebut dengan atom karbon sekunder. Demikian pula atom karbon yang mengikat hanya 1 atom hidrogen (warna abu-abu) memiliki posisi sebagai atom karbon tersier.
Setiap atom Karbon dalam kerangka senyawa hidrokarbon dapat mengikat atom lain seperti atom hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, klor dan lainnya. Perbedaan atom yang diikat menyebabkan perubahan khususnya pada polaritas sehingga menyebabkan perbedaan sifat-sifat kimia molekul yang dibentuk. Hal ini dapat dicermati pada Gambar 12.5.
gambar 12.5
Gambar 12.5. Polarisasi senyawa hidrokarbon akibat gugus polar
Secara umum senyawa hidrokarbon memiliki ciri-ciri seperti, dibangun oleh kerangka atom karbon, ikatan yang membentuk senyawa merupakan ikatan kovalen. Senyawa ini titik didih yang rendah sesuai dengan berkurangnya jumlah atom karbon penyusunnya, mudah terbakar. Untuk senyawa hidrokarbon yang berikatan dengan atom H bersifat polar, dan jika mengikat atom lainnya seperti oksigen, nitrogen, belerang, klorida menyebabkan terjadinya molekul yang lebih polar.

INTERAKSI OBAT DENGAN RESEPTOR


INTERAKSI OBAT
DENGAN RESEPTOR

            Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat dalam organisme, tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu kompeks yang reversibel sehingga pada akhirnya sehingga menimbulkan respon. Suatu senyawa yang dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis. Selain itu senyawa yang dapat membentuk konleks dengan reseptor tapi tidak dapat menimbulkan respons dinamakan antagonis. Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas diantara dua kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Pada suatu kejadian dimana tidak semua reseptor diduduki atau berinteraksi dengan agonis untuk menghasilkan respons maksimum, sehingga seolah-olah terdapat kelebihan reseptor, kejadian ini dinamakan reseptor cadangan.



A. konsep reseptor


       Beberapa obat mengahasilkan suatau efek setelah berikatan atau berinteraksi dengan komponen organisme yang spesifik. Komponen organisme tersebut biasanya berupa suatu protein. Bebrapa obat beraksi secara subsrat yang salah atau sebagai inhibitor untuk sistem transport enzim. Kebanyakan obat mengasilkan efek dengan aksi pada molekul yang spesifik dalam organisme, biasanya pada membran sel molekul tersebut berupa suatu protein yang dinamakan reseptor, dan secara normal merespons senyawa kimia endogen dalam tubuh. Senyawa endogen tersebut adalah substasi transmitter sinapsis (neurotrasmitter) atau hormon.  Sebagai concon asetilkolin  merupakan substasi yang dilepaskan yang dilepaskan dari ujung syaraf otonom dan dapat mengaktivasi reseptor pada otot polos skelental, mengawali serangkaian kejadian yang menghasilkan kontrasi otot polos.
            Pada tahun 1970 farmakologi telah memasuki tahap baru yaitu penelitian mengenai reseptor yang meliputi teori reseptor, mekanisme reseptor melibatkan eksperimental labeling reseptor. Pendekatan pertama kali adalah pendekatan dengan penelitian reseptor asetilkolin nikotinik. Racun ular cobra mengendung pilipeptida yang berikatan sangat spesifik terhadap asetillkolin. Senyawa yang dikenal sebagai α-toksin dapat dilabel dan digunakan untuk esay pada jaringan atau ekstrak jaringan. Senyawa yang termasuk golongan tersebut adalah α-bungarotoksin, merupakan komponen utama dari racun bunga bungarus multicinctus. Treatmen otot atau jaringan dengan suatu detergen non-ionik memberikan suatu hasil suatu protein reseptor terikat membran yang mudah larut. Denagn preparasi berikutnya dengan mengunakan kromatokfafi afinitas dapat mengisolasi reseptor asetilkolin nikotinik.
             Hal diatas merupakan suatu salah satu penelitian yang berkaitan dengan spesifitas reseptor. Dari berbagai penelitian mengenail reseptor, terdapat tiga sifat kerja reseptor terhadap agonis yaitu pertama adalah mempunyai potensi tinggi (sensifitas tinggi). Pada umumnya, reseptor bekerja pada reseptor spesifik dangan konsentrasi yang sangat kecil misalnya histamin berinteraksi dangan reseptor histamin H-1 dan dapat menstimulasi kontraksi otot polos trakea marmut pada konsentrasi 10-6 M. Sifat yang kedua adalah spesifitas kimiawi. Stereoisomer suatu obat dapat mempengaruhi aktivitas biologi dari obat yang bersangkutan. Kloramfenikol mempunyai 4 isomer hanya mempunya aktivitas biologi pada struktur D(-) treo. Bahkan beberapa obat seperti sotalol, warafarin dan siklofolsamid yang mempunyai stereoisomer tidak hanya terapat pada efek farmakologi tetapi juga berbeda pada jalur metabolismenya. Sifat ketiga adalah spesifitas biologi.  Efek suatu obat dapat berbeda  pada beberapa jaringan, misalnya efinefrin menunjukan efek yang kuat pada efek jantung, tetapi leme pada efek lurik. .
            Senyawa kimia (misalnya asetilkolin) atau obat yang mengaktivasi reseptor dan menghasilkan efek yang dinamakan agonis. Beberapa obat dinamakan antagonis, dapat berikatan denga reseptor, tetapi tidak menghasilkan suatu efek. Antagonis menurunkan kemungkinan substansi trassmitter (atau agonis yang lain) untuk berinterak dengan reseptor sehingga lebih lanjut dapat menurunkan  atau mengeblok aksi agonis tersebut.  Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau hoemon desertai dengan respons biokimia atau fisiologi oleh mekanisme trasduksi  yang sering melibatkan molekul-molekul, yang dinamakan pembawa pesan kedua (“       secon messengers).
Interksi antara obat denga sisi ikatan pada reseptornya tergantung dari kesesuaian/keterpaduan dari dua molekul tersebut. Molekul yang paling sesuai denga reseptor dan mempunyai jumlah ikatan yang banyak ( biasanya non-kovalen), yang terkuat akan mengalahkan senyawa yang lain  dalam berinteraksi dengan sisi aktif reseptornya. Oleh karenanya, senyawa tersebut mempunya afinitas terbesar terhadap reseptornya.  Secara definitif, afinitas adalah kemampuan suatu senyawa atau obat dalam berinteraksi dengan reseptor. Kemempuan obat untuk berinteraksi dengan suatu tipe tertentu  dari reseptor dinamakan spesifitas.  Tidak ada spesifik yang sesungguhnya, tetapi beberapa mempunyai aksi selektif yang relatif pada satu tipe  dari reseptor.
Telah disam paikan pada bab sebelumnya bahwa reseptor merupakan suatu komponen spesifik sel yang berinteraksi  dengan suatu agonis sehingga menimbulkan peristiwa-peristiwa biokimia yang pada akhirnya mengealkan respon fisiologi. Reseptor merupakan suatu makromolekul yang berupa lilpoprotein,glikoprotein, lipit protein atau asam niklead. Sebagian besar dari resptor terdapat pada membran sel misalnya reseptor asetilkolin, reseptor insulin, dan sebagian kecil terdapat dalam sel atau inti sel  misalnya reseptor hormon steroid.

B. fungsi reseptor

        Fungsi reseptor adalah : 1). Merangsang perubahan permeabilitas membran sel, 2). Pembentukan pembawa kedua ( secon messenger) misalnya cAMP, diasilgliserol, inositol trifosfat, dan 3). Mempengaruhi transkripsi gen atau DNA. Dari fungsi tersebut, reseptor terlibat dalam komunikasi antar sel. Reseptor menerima rangsang dengan berikatan dengan pembawa pesan pertama (first messenger) yaitu agonis yang kemudian menyampaikan informasi yang diterima kedalam sel dengan langsung menimbulkan efek seluler melalui perubahan petmeabilitas membran, pembentukan pembawa pesan kedua atau mempengaruhi  transkripsi gen.